Apa hukum mengerjakan dua shalat witir dalam satu malam? Misalnya, jika sebelum tidur, kita sudah mengerjakan shalat witir, kemudian kita terbangun dan hendak mengerjakan shalat malam, maka apakah ditutup dengan shalat witir lagi?
Bagaimana derajat hadits berikut:
عَنْ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ: لاَ وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ
Dari Thalq bin Ali, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada dua witir dalam semalam.’” (Insya Allah diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Muntaqa: 531 dan 536, Subulus Salam: 523, dan Nailul Authar: 47 dan 54, al-Mughni: 788 dan 792)
Perkataan shahabat:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَمَّا أَنَا فَلَوْ أَوْتَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ، ثُمَّ أَرَدْتُ أَنْ أُصَلِّيَ بِاللَّيْلِ شَفَعْتُ بِوَاحِدَةٍ مَا مَضَى مِنْ وِتْرٍ ثُمَّ صَلَّيْتُ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا قَضَيْتُ صَلاَتِيْ أَوْتَرْتُ بِوَاحِدَةٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَمَرَنَا أَنْ نَجْعَلَ آخِرَ صَلاَةِ اللَّيْلِ وِتْرًا
Ibnu Umar berkata,”Adapun aku jika berwitir sebelum aku tidur, kemudian aku mau shalat lagi di malam hari, niscaya aku genapkan witirku yang telah lalu dengan satu rekaat lagi. Sesudah itu, aku shalat dua rekaat-dua rekaat. Maka, apabila aku selesai mengerjakan shalat, aku pun berwitir dengan satu rekaat. (Aku melakukan demikian) karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita menjadikan shalat witir sebagai akhir dari shalat malam.” (Insya Allah diriwayatkan oleh Ahmad, dalam al-Muntaqa: 1/537)
Jawaban:
Hukum mengerjakan shalat witir dua kali dalam satu malam adalah makruh, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ
“Tidak ada dua witir dalam satu malam.” (Hr. Ahmad: 15704, Abu Daud: 1227, Nasa’i: 1661, dan Tirmidzi: 432; dinilai shahih oeh Ibnu Hibban)
Syekh Abdullah bin Abdur Rahman al-Bassam berkata, “Hadits di atas menunjukkan makruhnya dua kali shalat witir atau lebih, dalam satu malam, karena mengulangi witir dalam satu malam merupakan ibadah yang tidak disyariatkan. Tidak boleh beribadah kepada Allah, melainkan dengan syariat yang telah ditetapkan-Nya.”
Adapun hadits:
اِجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikanlah shalat witir sebagai penutup shalat malammu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Maka, makna hadits di atas mengarah kepada orang yang melakukan shalat malam sedangkan ia belum menjalankan shalat witir sebelumnya.
Shalat witir boleh dikerjakan sebelum tidur atau sesudah tidur. Sebagaimana shalat malam juga demikian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُوْمُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوْتِرْ أَوَّلَهُ، وَمَنْ طَمَعَ أَنْ يَقُوْمَ آخِرَهُ فَلْيُوْتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ
“Barangsiapa merasa khawatir tidak bisa bangun pada akhir malam, hendaklah dia mengerjakan shalat witir pada awal malam (sebelum tidur). Serta, barangsiapa mampu bangun pada akhir malam, hendaklah ia berwitir pada akhir malam.” (Hr. Muslim)
Orang yang merasa khawatir dirinya tidak bisa bangun di akhir malam, hendaknya berwitir sebelum tidur, berdasarkan hadits Abu Hurairah, “Kekasihku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) memberiku tiga wasiat… (lalu, Abu Hurairah menyebutkan bahwa di antaranya adalah) supaya aku berwitir sebelum tidur.”
Adapun atsar Ibnu Umar, maka atsar tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya. Seluruh perawinya tsiqah (terpercaya/adil), kecuali Ibnu Ishaq (namanya Muhammad bin Ishaq bin Yasa). Dia seorang perawi shaduq (jujur), mudallis (suka menyembunyikan hadits), tertuduh mempunyai pemikiran Syiah dan Qadariyah. Sekiranya atsar tersebut shahih, maka itu menunjukkan bahwa dia melakukan witir hanya satu kali, yaitu di akhir malam.
Wallahu a’lam.
Disadur dari Majalah Al-Furqon, edisi 5, tahun ke-5, 1426 H/2005.