Bismillahirrahmaniirrahiim,
Apa kabar lapak orangesku? Bahagia
kah kau hari ini?
aku punya sedikit cerita haru
yang ingin ku bagikan untukmu dan untuk semua pembaca cahaya-pertamaku..tenang
aja, ini tidak seperti yang kau pikirkan, aku tidak akan bercerita panjang dulu
tentang menanti kebahagianku. Ia masih dalam kotak oranges yang ku kemas
sedemikian rupa, ada saatnya nanti ku bagikan bersama doa-doa yang kupanjatkan
:’) *ishhh...apasiih :p
22 januari 2013, hari ini se-pelosok
sulawesi selatan memilih, memilih calon pasangan gubernur dan cawagub untuk
periode 5 tahun kedepan, semua instansi pemerintahan otomatis diliburkan tak
terkecuali aku, ibu dan adik-adikku. *nah loh ! emang udah dari oktoberkan aku
liburnya...hahaha.. (Baca : Gak ada kerjaan-alias-pengangguran) mmm... gak juga
sih sebenarnya, toh aku masih kerja kok, kerja sama Allah, belum lagi sekarang
udah ada usaha baru, dan kerjaan ‘super dadakan dan super menyibukkan’ untuk sebulan
kedepan. Huff ! *lap keringat... Nah, trus hubungannya apa? PILKADA dan
PEKERJAAN?!!! (-.-“)
Tunggu, sabar yah...
Jadi, jika ditarik kesimpulan,
berhubung hari ini libur (liburnya cuma dipake buat nyoblos yang nggak nyampe
se-menit) . Aku, dan ibu berencana sekalian silaturrahim ke beberapa tetangga habis
nyoblos di TPS depan rumah. Kan udah beberapa bulan ini kita serumah itu, lagi
SOK SIBUK (ceilahhh) sampe-sampe ke tetangga pun udah jarang silaturrahim nya. Berhubung
ada waktu luang, yah udah dimanfaatkan saja, skalian kan bisa manggil buat
hajatan tanggal 24 lusa.. (*INTINYA :p)
Nah, trus cerita harunya di
mana??? (nanya tembok :p)
Dari beberapa rumah yang kami kunjungi, seperti biasanya kan, ibu
tuh kalo cerita, uwiiisshh...semangatnya minta ampun menggelora luar biasa..cetaarrr
membahana badai, sampe-sampe ibu-ibu yang mendengarkan ceritanya ibu itu ikut
senang bahagia luar biasa, mau ngomong juga susah :’) bukan! Bukan susah karena
saking bahagianya, mereka ngomongnya susah, karena tiap kali mau ngomong kalah
duluan sama ibu (-.-“) *Damai IBUku sayang...hikikiki...
Setiap rumah yang kami kunjungi
punya kesannya masing-masing, hingga tibalah kami di rumah salah seorang
tetangga yang juga seorang janda seperti ibu (skefo : di lingkungan sekitar
rumah itu, ada 3 rumah yang saling berdekatan yang isinya janda semua, salah
satunya yah ibu) namanya Ibu Hamid, jujur aku nggak tau nama aslinya siapa,
soalnya semua ibu-ibu disini kebiasaan dipanggil dengan nama suaminya. Semisal ibuku
yang dipanggil IBU YUSRAN, trus samping rumah IBU MAKMUR, depan rumah IBU
RASYID dst... padahal jelas banget kan sapaannya IBU (wanita) ehh kok
belakangnya malah nama PRIA (>.<) , it means suatu saat aku juga bakalan
dapat panggilan IBU *tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit* (belum LULUS SENSOR :p) huaaaa....
nasib :’)
Oke lanjut yah, jadi ketika kami
bertamu di rumah Ibu Hamid ini, suasananya tuh langsung berubah drastis, yang
tadinya di rumah-rumah sebelumnya semuanya pada bahagia, tersenyum, tertawa,
sumringah, cengengesan, dan kawan-kawan. Ketika memasuki rumah ini, apa yang
kemudian terjadi? Tau nggak? Terjadilah pertumpahan air mata (TTTTTT_________TTTTTTT)
. What happen tanyaku?? Padahal ibu tuh membuka pembicaraan sama sumringah dan
hebohnya ketika membuka topik di rumah-rumah tetangga lainnya. Lalu??
Perasaanku emang sudah nggak
karuan sebelum memasuki area ini, aku tahu persis bagaimana karakter Bu Hamid
yang begitu lembut dan halus dalam berbicara, yang begitu peka dan sensitif
dalam merasa, dan begitu berhati-hati dalam bertindak. That’s why, Ibu yang
juga seorang janda ini mudah sekali meneteskan air mata, bahkan untuk kabar
gembira yang baru saja ia dengarkan T_T
Ya Allah..sebegitu tulusnya ibu
ini, bahkan aku tetangga dekat yang terakhir kali bertemu dengannya pada saat taksiyah
hari terakhir meninggalnya alm. Suaminya Pak Hamid dibuatnya tak kuasa menahan
air mata :’) . Bu, aku ini bukan anak kandungmu, aku hanya tetangga dekatmu
yang jarang sekali bersilaturrahim ke rumahmu, sebegitunya bahagianya kah
engkau akan kedatanganku dan ibu ke rumahmu?
Jujur aku tak pernah menyangka
respon mu seperti itu, sembari kau tak henti meneteskan air mata dan
sesenggukan menatap ibu yang asyik bercerita tentangku. Aku pun tak kuasa
menahan linangan air mataku tumpah ruah melihatmu begitu terharu. Sesekali kau
timpali percakapan itu dengan kesedihanmu menjalani hidup seorang diri tanpa seorang suami
lagi di sisimu. Membesarkan 4 orang anak yang masih bersekolah. Dalam kisahmu, Tak
jarang kau mengakui menyesali kepergian suamimu dengan teriakan, kekecewaan, dan
kemarahan pada dirimu sendiri dan pada takdir yang Allah berikan padamu. Padahal
jika kau tahu, Allah begitu cinta padamu atas segala kehendakNya.
Bu Hamid, aku mencintaimu karena
Allah :’)
Aku belum pernah merasakan
bahagianya memiliki tetangga sepertimu. Kau yang rapuh yang selalu takjub
dengan ketegaran ibuku membesarkan anak-anaknya selalu tawadhu’ di depan setiap
orang, bahasamu yang halus dan tingkahmu yang lemah lembut menjadi perisai
mahkota bagi anak-anakmu kelak. Ibu yang baik, kelak kerapuhanmu akan dibalas
kekuatan super dahsyat dariNya, tenang saja Bu, ada Allah yang Maha Besar atas
segala KekuasaanNya :’)
Aamiiin...
Ibroh dari cerita atas sebenarnya
mengingatkanku kembali pada Ibu T________________T .Kau tahu kan bagaimana aku
dibesarkan olehnya? (aku tidak akan bercerita disini sebelum lapakku berubah
jadi sungai ciliwung atau bundaran HI beberapa hari yang lalu (-.-“!)) aku tak
akan seperti ini sekarang jika beliau mungkin rapuh seperti kisah Bu Hamid
tadi. That’s why, i’m so grateful and thankful for having her, always...
Dan satu lagi, jika ada ibu yang
selalu membuatku bahagia dan kuat sampai sekarang, tentunya itu tak lepas dari
kasih sayang alm.ayahku semasa hidupnya. Ia bagaikan kekuatan yang selama ini
membayangi kehidupan Ibu, yang membuat ibu terus tegar walau dalam hati mungkin
saja ia tak kuasa menahan tangis. Adalah ayah yang menjadi sosok inspiratif
yang selalu diceritakan ibu dengan raut wajahnya yang begitu sumringah, yang
begitu bangga, yang begitu luar biasa di hadapan orang-orang. “Inilah suamiku, suami yang paling baik, yang
tak ada samanya di dunia ini. Ibu, hanya bisa berdoa, semoga kelak anak ibu
bisa mendapatkan suami seperti ayah, atau menjadi seorang suami seperti ayah”
katanya dengan tulus..
Aah..Ibu :’) *kau lagi lagi
membuatku menangis...
Dan ayah, semoga kau tenang
disana..
Andai kau tahu, betapa bahagianya
anakmu saat ini...:’)
Dalam hening waktu
ashar dan deraian airmata
Kamar cantikku
-Nay-